“MENULIS PUISI MENUMBUHKAN EMPATI” MUNGKINKAH?



Di era yang serba modern ini, kebanyakan orang kehilangan rasa untuk ikut merasakan apa yang dialami oleh orang di sekitarnya. Jangankan untuk berempati, rasa simpati pun mulai berkurang. Meskipun, tak bisa dipungkiri bahwa masih banyak orang yang melakukan kebaikan terhadap sesama. Yah, kehidupan memang memiliki dua sisi yang berdampingan.
Menyinggung perihal ikut merasakan peengalaman emosi orang lain, memang empati-lah kata yang paling tepat untuk dibahas. Empati dalam kamus bahasa Indonesia berarti ikut merasakan perasaan orang lain seolah-olah kita mengalami kejadian itu sendiri. Bagaimana mungkin kita dapat merasakan apa yang orang lain rasakan, sedangkan kita bahkan tidak melihat kejadian yang orang lain alami secara langsung. Berempati memang terasa sulit, apalagi bagi kita yang mungkin memiliki hati yang keras. Tapi, seperti halnya ilmu lain, ia bisa dipelajari.


Nah, salah satu cara yang dapat menumbuhkan empati kita adalah dengan menulis puisi. Bagaimana mungkin? Ya, ini sebenarnya mungkin dilakukan. Untuk yang pernah menulis puisi pasti tahu bahwa menulis puisi melibatkan emosi. Bahkan terkadang kita berusaha mengingat-ingat memori tertentu untuk kembali memutar ulang perasaan kita ketika mengalami kejadian tersebut. nah disinilah puisi bekerja.
Melanjutkan cerita di atas, maka kata kunci dari puisi adalah emosi. Hal ini sama dengan berempati yang berhubungan erat dengan bagaimana cara kita mengolah emosi. Lalu, puisi yang bagaimana yang dapat menumbuhkan empati? Yaitu puisi yang melibatkan sudut pandang lain.
Ya, menulis puisi dengan menempatkan mata kita dan hati kita pada objek yang berbeda, akan secara otomatis memaksa kita untuk beradaptasi dengan objek tersebut, dengan semaksimal mungkin meyakinkan diri kita bahwa kita sama seperti objek itu. Disinilah proses kita berempati akan berjalan. Semakin sering kita melakukan latihan ini, maka akan semakin mahir kita untuk menempatkan posisi kita pada objek yang kita inginkan.


Salah satu penulis puisi yang terkenal dengan kemampuannya untuk menempatkan mata dan hatinya pada objek lain adalah Ted Hughes. Jika kita membaca puisi-puisinya, kita akan mengetahui sudah menjadi apa saja ia dengan menggunakan puisi. Ia menempatkan dirinya sebagai ikan, singa bahkan jaguar. Tapi pada artikel ini saya tidak hanya mengajak kalian menjadi Ted Hughes. Tapi lebih dari ia, kita dapat membayangkan diri kita sebagai pepohonan, sebagai manusia lain yang tidak seberuntung kita dalam beberapa hal. Berikut ini adalah contoh kutipan puisi Ted Hughes.

Cold, delicately as the dark snow
A fox’s nose touches twig, leaf
Two eyes serve a movement, that now
And again now, and now, and now

Set a prints into the snow
Between trees, and warily a lame
Shadow lags by stump and in hollow
Of a body that is bold to come

Bisakah kalian bayangkan isi puisi berjudul “The Thought Fox”. Ted seolah merasakan sendiri bagaimana seekor rubah berjalan di dinginnya salju, bagaimana olah laku si rubah liar itu di dalam hutan di tengah kegelapan malam. Nah, begitulah maksud saya. Dengan metode ini, kita bisa menggunakan metode menulis puisi untuk semakin berempati dengan orang lain dan juga lingkungan.
Untuk kalian yang tertarik dengan metode ini, mengapa tak kita mulai hari ini, bahkan detik ini juga. Ambil pena dan kertas kalian. Tuliskan puisi kalian sendiri. Kalian ingin merasakan mata dan hati siapa? Mungkin dapat dimulai dari orang terdekat.


Salam,