Siapa yang tidak tahu
dengan dongeng ini, dari bukunya hingga film-film live action-nya sangat menarik perhatian banyak orang. Siapa sangka
film fantasi yang melibatkan khayalan-khayalan tentang orang – orang serta
benda yang berukuran tidak semestinya ini, benar – benar terjadi di dunia
nyata. Tapi tunggu dulu, meskipun terjadi di dunia nyata, hanya beberapa orang
saja yang dapat melihat atau mengalaminya. Hal ini karena Alice In Wonderland versi nyata adalah sebutan untuk sebuah sindrom
langka.
Alice in Wonderland Syndrom (AIWS) adalah sindrom
yang dialami seseorang dimana si penderita akan mengalami perubahan persepsi,
seperti penyimpangan kesan tubuh (distortion
of body image), perubahan bentuk (metamorphopsia),
objek atau orang yang tampak lebih besar (macropsia)
atau lebih kecil (micropsia) dari
ukuran normalnya, perasaan perjalanan waktu (sense of passage of time), maupun membesarnya lingkungan (zooming of the environtment).
Sindrom AIWS ini juga
sering disebut sebagai Sindrom Todd, yang diambil dari nama seorang Psikiater
di Rumah Sakit Jiwa High Royds di Menston, Yorkshire Barat yaitu Dr John Todd
(1914 – 1987). Dikutip dari artikel “The
syndrome of Alice in Wonderland” oleh John Todd (1955), Dr. Todd
mendeskripsikan kondisi yang sama pada pasiennya. Ia menemukan pada beberapa
pasiennya gejala sakit kepala migraine parah yang mengakibatkan mereka melihat
dan mempersepsikan objek – objek dengan ukuran yang tidak normal. Namun,
meskipun ada gejala sakit kepala migrain, tidak seorangpun pasiennya yang
mengalami tumor otak, kerusakan penglihatan ataupun penyakit kejiwaan yang
memiliki gejala sama.
Lewis Carroll, penulis
novel Alice’s Adventures in Wonderland
(1985) ternyata menderita migrain dengan gejala yang serupa. Hal ini kemudian
membuat Dr. Todd berspekulasi bahwa Lewis Carroll mendapatkan inspirasi
novelnya dari migrain yang dideritanya. Hal ini didukung dari catatan harian
Levis Carroll yang mengungkapkan bahwa pada tahun 1856, ia berkonsultasi pada
William Bowman (oftalmologis) mengenai manifestasi visual dari migrainnya.
Dikutip dari artikel “Alice in Wonderland syndrome, a systematic
review” oleh Jan Dirk Blom, MD, PhD. (2016), dikatakan bahwa penderita AIWS
biasanya juga akan mengalami sejumlah keadaan dan gangguan lain seperti
migrain, epilepsy, lesi serebral, major depressive disorder, intoksikasi
dengan medikasi halusinogenik, febrile
states, kondisi hipnagogik maupun schizophrenia.
Akibatnya, akan sedikit sulit bagi kalangan medis untuk mengenali penyakit AIWS
pada penderita.
Sementara itu, beberapa
obat yang umumnya dapat digunakan untuk meredakan gejala AIWS ini adalah obat –
obat anti epilepsi, seperti valproat,
topiramat, dan gabapentin. Selain itu, dianjurkan untuk menghindari dan berhati
– hati pada semua kondisi pemicu AIWS baik fisiologis dan perilaku, seperti
terlalu banyak atau terlalu sedikit tidur, terlambat makan atau tidak sarapan
pagi, stres, kelelahan, menstruasi, aktivitas fisik yang berat atau berlebihan,
dan juga perlu untuk memperhatikan polusi suara, perubahan cuaca, ketinggian,
uap, asap, parfum, kerlip lampu, juga cahaya yang menyilaukan.