Sabtu, 03 Juni 2017

Anda merasa telah meninggal? mungkin anda mengalami Cottard syndrome


Pernahkah anda merasa bahwa sebagian atau secara keseluruhan tubuh anda telah mati? Atau mungkin kalian saat ini bukanlah diri anda yang hidup? Atau lebih parah lagi, anda merasa bahwa tubuh anda kini hanya tinggal tulang berbalut kulit, sementara bagian tubuh lain seperti daging dan organ-organ tubuh anda telah membusuk? Bersyukurlah bagi anda yang tidak merasakan hal ini. Namun, bagi kalian yang merasakannya, segera periksakan diri anda ke Psikiater.
Kondisi dimana seseorang mengalami perasaan bahwa dirinya telah mati ataupun hanya sebagian dari dirinya, merupakan gejala gangguan mental langka yang dikenal dengan istilah Cotard Syndrome. Sindrom ini berbeda dengan kondisi tubuh stroke ataupun mati rasa seperti yang sering kita dengar. Karena pada kenyataannya, tubuh penderita masih berfungsi seperti biasanya. penderita penyakit ini harus segera dibawa ke ahlinya karena meskipun sindrom ini tergolong sindrom langka, tetapi sudah ada korban nyawa. bahkan ada kasus dimana si penderita mati kelaparan karena merasa dirinya yang telah mati tidak membutuhkan lagi aktivitas keduniaan seperti makan dan minum.
Cotard Syndrome diambil dari nama seorang ahli saraf, Jules Cotard yang pada tahun 1800-an mengidentifikasi kasus pertama dari sindrom ini. Pasiennya adalah seorang perempuan yang menderita sebuah kondisi dimana ia merasa dirinya tidak memiliki otak, saraf, dada, perut dan juga usus. Baginya, dirinya adalah kulit dan tulang di tubuh yang membusuk.
Gejala utama yang dialami oleh penderita adalah khayalan negasi. Pasien biasanya akan menyangkal eksistensi mereka, bagian tubuh tertentu atau adalanya sebagian dari tubuh mereka. Menurut Yamada K., Katsuragi S. dan Fuiji I. (1990), Cotard Syndrome diidentifikasikan menjadi tiga tahapan yaitu, sebagai berikut:
1.       Tahap awal (Germination stage), dimana depresi psikotik dan hipokondria muncul,
2.      Tahap perkembangan (Blooming stage), dimana sindrom mengalami perkembangan secara penuh dan muncul delusi negasi,
3.      Tahap lanjutan (Chronic stage), dimana delusi dan juga depresi kejiwaan yang dialami semakin parah.
Umumnya, penderita sindrom ini akan menarik diri dari lingkungan sosial, termasuk mengabaikan kebersihan dan kesehatannya. Khayalan negasi yang dialami menyebabkan penderita merasakan pandangan yang berbeda dari kenyataan sebenarnya.
Beberapa penelitian yang dilakukan terhadap penderita sindrom ini, menunjukkan bahwa kondisi otak penderita memiliki perbedaan dengan kondisi otak normal. Dikutip dari artikel “First interview with a dead man” oleh Helen Thomson (2013), sebuah penelitian yang dilakukan oleh ahli saraf Zeman dan Laureys terhadap seorang penderita Cotard Syndrome menunjukkan hasil yang mengejutkan. Hasil pemantauan metabolisme otak penderita menggunakan teknik PET (Positron Emission Tomography), menunjukkan bahwa aktivitas metabolism pada otak bagian frontal dan parietal penderita sangat rendah. Ini menunjukkan bahwa otak penderita berada dalam kondisi vegetatif (kondisi pada saat seseorang dibius). Ilmuan mengatakan bahwa bagian frontal dan parietal merupakan bagian default mode network, yaitu bagian penting yang berguna agar seseorang dapat mengingat masa lalunya, merasakan eksistensinya, memikirkan dirinya, dan juga menyadari bahwa dirinya adalah agen dari sebuah tindakan yang dilakukannya sendiri. Artinya, penderita berada dalam kondisi sadar tetapi dengan otak dalam keadaan tidak sadar.

Dikutip dari artikel “Towards Understanding Cotard’s Syndrome” oleh Hans Debruyne dan Kurt Audenaert (2012), dikatakan bahwa belum ada pengobatan secara pasti yang dapat menyembuhkan sindrom ini. Namun dari beberapa laporan penelitian yang dilakukan para ahli, terapi electroconvulsive merupakan metode yang ampuh dalam beberapa kasus, selain dari menggunakan antideppresant, antipsychotics ataupun gabungan keduanya.