Aku tidak pernah iri dengan siapapun!
Jika
hal yang pertama muncul dibenakmu ketika membaca judul artikel ini adalah
kalimat di atas, maka sebaiknya anda membaca lebih lanjut artikel ini.
Secara
sederhana, iri hati dapat kita anggap sebagai perasaan tidak terima terhadap
kondisi yang dimiliki oleh orang lain. kamu merasa bahwa sebenarnya kamu juga
berhak untuk mendapatkan hal yang sama dengan apa yang mereka dapatkan, atau
bahkan lebih.
Apakah
kondisi ini salah? Memang benar bahwa setiap orang berhak merasakan perasaan
seperti ini. Tapi kita tidak membahas mengenai berhak atau tidaknya kita
terhadap perasaan iri ini. Yang perlu kita perhatikan adalah baik atau buruk
dampak kondisi ini terhadap diri kita sendiri.
Iri
hati adalah penyakit psikologis, berbahaya karena mengarahkan kita pada kondisi
negatif. Pikiran yang selalu negatif akan sangat buruk bagi kondisi tubuh dan
juga jiwa kita. Maka, tidakkah kamu berpikir bahwa sebaiknya perasaan iri ini
kita perkecil atau bahkan kita musnahkan dari pikiran kita?
Jika tidak, maka silahkan tutup artikel
ini. Namun jika kamu menjawab iya, maka sebaiknya kamu terus membacanya.
Untuk mengatasi
perasaan iri hati, pertama kita
harus mengetahui sebab timbulnya perasaan ini. Kapan perasaan ini timbul? Apa tandanya?
Kejadian apa yang memicunya? Karena pada dasarnya, setiap perasaan yang kita
alami memiliki pola berulang yang sama untuk masing-masing individu. Pola itu
dapat kita anggap sebagai pola sebab-akibat.
Dalam buku
The Power of Habit karya Charles
Duhigg, pola sebab-akibat dijabarkan lebih lanjut menjadi Tanda-Rutinitas-Ganjaran. Pada kasus ini, kita dapat menganggap
bahwa perasaan iri merupakan ganjaran. Artinya kita perlu
mengidentifikasi tanda dan rutinitas yang menyebabkan kita merasakan iri hati.
Sebagai
contoh, tandanya adalah ketika kita gagal dalam ujian akhir semester, kemudian
rutinitas kita adalah membuka media sosial, facebook atau instagram misalnya.
Tanpa sengaja kita mendapati kabar terbaru dari teman SMP kita yang ternyata
baru saja memenangkan kompetisi debat, atau mungkin baru saja mendapatkan
beasisiwa luar negeri. Akibatnya kita mulai membandingkan diri kita dengan teman
kita. Diri kita yang baru saja gagal dan teman kita yang berprestasi. Mulailah gejolak
iri hati itu timbul dan membuat kita semakin merasa jengkel dengan kehidupan
ini.
Jika memang
kondisimu sama seperti contoh di atas, maka inilah yang harus kamu lakukan. Kamu
mungkin tak bisa mengubah tandanya.
Mengapa?
Karena kita
tidak mungkin tidak pernah melakukan kesalahan dalam hidup.
Lalu,
apa yang harus dirubah?
Rutinitasnya
yang harus kita ubah. Ya, langkah kedua adalah mengubah rutinitas
tersebut.
Ketika kita
mendapati kondisi kita yang gagal pada sesuatu, pada contoh di atas, kita harus
mengubah rutinitas kita dari membuka sosial media ke aktifitas lain. Nah, untuk
masalah aktifitas apa yang harus kamu lakukan, kamu sendiri yang dapat
memutuskannya. Yang pasti, aktifitas tersebut haruslah aktifitas yang kalian
sukai dan anda kuasai. Dengan melakukan hal yang kita kuasai dan sukai, akan
membuat kita merasa bahwa kita berharga dan memiliki kelebihan. Terkadang diri
kita sendirilah yang harus menyadarkan bahwa kita berharga dan Tuhan
menciptakan setiap makhluk dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Langkah ketiga adalah
mengulangi langkah satu dan dua. Sampai kapan? Sampai kamu secara otomatis
menyadari tanda-tanda tadi, dan mulai melakukan rutinitas yang lebih positif
agar ganjarannya sesuai dengan yang kamu harapkan.
Nah,
berhubung kita telah sampai pada paragraph terakhir, apakah kamu mengakui atau
tidak bahwa kamu pernah mengalami rasa iri hati ini, kamu sendiri yang
memilihnya. Tapi, hanya sebagai saran, segera temukan tanda dan rutinitas
tersebut agar perasaan iri hati ini tidak terlalu berkuasa merusak dirimu.
Salam,