Judul : To Bee or Not to Bee
Penulis : John Penberthy
Ilustrator : Laurie Barrows
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
|
Assalamu'alaykum,
Pertama kali melihat
buku ini, saya yang sangat menyukai dunia ilustrasi langsung tertarik. Mungkin
ini yang dinamakan cinta pada pandangan pertama. Warna kuning menyala dan juga
perwajahan halaman depan buku yang menggemaskan dengan tema yang sesuai dengan
judul, lebah madu. Tebal buku yang tidak terlalu tebal juga menjadikan buku ini
terasa ringan dan dapat dijadikan teman minum kopi di sore hari.
Topik yang diangkat
dalam cerita ini sebenarnya bukanlah topik yang jarang, topik ini sangatlah umum.
Tapi sudut pandang ceritalah yang menjadikannya benar-benar unik. Bahasa kerennya
“Memanusiakan” lebah dengan ditambahi atribut-atribut seperti akal dan pola
pikir layaknya manusia.
Bermula dari tokoh
utama, Buzz, si lebah yang merasa bosan dengan kehidupan monoton yang
dijalaninya, bahkan terasa hampir seperti turun-temurun dari moyang-moyang
sebelumnya. Menurut Buzz, ada hal lain yang seharusnya dapat dikerjakan oleh
para lebah, selain mengumpulkan nectar untuk pasokan makanan para larva. Karena
menurutnya, ada tujuan yang lebih mulia yang Tuhan perintahkan dalam penciptaan
para lebah, bukan hanya bekerja.
Konflik yang paling
terasa dalam cerita ini adalah bagaimana Buzz harus menghadapi para kawanan
lebah yang memiliki pemikiran berbeda dengannya. Bagaimana Buzz, yang terlanjur
dianggap gila dan destruktif, dapat tetap menjalani kehidupannya.
Semakin dibaca, semakin
kita akan terbawa dalam cerita, seolah-olah kita yang memang sedang
mengalaminya. Karena memang pada dasarnya, masalah ini sudah menjadi masalah
umum dalam kehidupan kita. Kisahnya sungguh menggelitik namun menyadarkan kita.
Membayangkan bagaimana lebah dapat berpikir layaknya manusia menjadi cita rasa
tersendiri bagi pengalaman kita sebagai pembaca.
Satu kutipan yang paling
aku suka dari buku ini adalah momen ketika Buzz bertemu dengan Bert, Lebah tua
yang memiliki pemikiran yang sama dengan Buzz.
… “mereka melakukan apa yang mereka rasa benar, sama seperti
dirimu. Cobalah untuk lebih mengerti. Kekuatan pikiran terletak dalam memahami
perbedaan; kekuatan hati terletak dalam memahami kemiripan. Kekuatan mana yang
kau gunakan?”
Tak sabar rasanya untuk
melengkapi koleksi buku karya John Penberthy selanjutnya. Menurut saya pribadi,
buku ini mengingatkan saya pada seorang penulis puisi, Ted Hughes. Beberapa
karyanya yang pernah say abaca selalu membawakan cerita dari sudut pandang yang
tidak biasa, dari seekor ikan, dari seekor macan, dan lain sebagainya. Sungguh
metode penulisan yang menarik, sudut pandang yang apik dan selalu saya membuka pintu-pintu
kreatifitas yang baru.
Salam,
PS: Buat yang mau
request review buku, silahkan tinggalkan komentar ya, insya Allah segera
direview ^^