Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label puisi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 03 Oktober 2017

Setetes Embun Di Tengah Hujan




Setetes embun
Di tengah hujan pagi hari
Hingga tiada beda
Mana embun mana air hujan

Setetes embun
Terjebak tanpa beda
Masih asli-kah ia
Atau kini telah berpadu
Gemericik hujan pagi hari

Ia setetes embun
Bertahan
Diantara ribuan tetes hujan
Berusaha beda
Memaksa eksistensinya
Meski ia, hanya setetes embun

Palembang, 2017

Senin, 02 Oktober 2017

Lilin Di Telapak Tangan




Lilin ini terlanjur menyala
Meski tak ku temui wadahnya
Sejak pertama nyala

Mimpi orang tak punya
Digenggam langsung tangannya
Panas atau mungkin terbakar
Biarlah dirasa sesempurnanya

Berapa lama kau  tahan panasnya
Nikmati aliran cair di telapaknya
Biar ia yang tahu, ia yang rasa

Tahan saja
Hingga bebal telapakmu
Mati rasamu

Kau yang terlanjur
Memantik apinya
Toh suatu saat
Kau mampu beli lilin lainnya

Palembang, 2017

Minggu, 01 Oktober 2017

Ekspektasi Gelas Kaca




Mereka memandangku
Dari segelas air
Berkilau
Memantul indah
berpendar segala arah

Tiap kali dahaga datang
Mereka teguk
Sekali, Berulang kali

Hingga satu ketika
Mereka memandang dari gelas kosong
Sinar itu, Kilau itu hilang
Hanya aku sebenarnya

Mereka angkat bicara
Aku memburuk
Kilauku ternyata semu
aku dipikir palsu

Maka,
Kalau boleh aku tahu
Aku atau gelas ekspektasimu
Yang telah menipu

Palembang, 2017

Sabtu, 30 September 2017

Kuntum Mawar Dalam Secangkir Kopi




Ratusan kuntum mawar merah
Dalam secangkir kopi pagiku
Hilang pahit, getir espresso

Nona!
Aku tak pinta krim
Ataupun gula pada kopiku

Tuan,
Bukanlah krim atau gula
Ratusan kuntum mawar merah
Sesak di cangkirmu

Aku tak bisa meminumnya
Pahit kopi adalah hariku
Bagaimana hidupku kan berjalan

Tuan,
Mengeluh pada hatimu
Siapa suruh jatuh hati padaku

Palembang, 2017

Jumat, 29 September 2017

Terima Kasih




Atas ucapanmu selama ini
Pohon kecil berbuah satu
Kering, mati
Tinggal-lah membusuk, mimpi-mimpi

Tapi akankah kau sangka
Mimpi yang mati
Tumbuhkan tunas-tunas baru
Hijau, mekarkan semangat
Lebih baru

Kini semangat merekah di sekujur tubuh
Tutupiku dari bualan busukmu
Tentang kegagalan
Tentang penyesalan

Tak ku sangka
Mungkin kaupun jua
Kematian satu mimpi
Tumbuh seribu tekadku

Silahkan matikan satu-satu
Karena yang tumbuh kan kian beribu
Kini menang ku dalam jumlah
Jua pengalaman terserang hama

Palembang, 2017

Minggu, 27 Agustus 2017

Indah Sebenarnya




Cerita klasik dunia modern
Kala semua berlomba
Percantik diri dengan semua
Kau usapkan semua yang kau bisa
Jangkau sedalam mana batasan itu sebenarnya
Ini itu semua kau coba
Asal yang kau mau terwujud nyata
Bahkan ada yang sampai berlomba
Rekonstruksi sedemikian rupa

Apa yang kita cari, sebenarnya?
Apa yang kita inginkan sebenarnya?
Pujiankah? Dari siapa?
Dari manusia?

Batasan mana yang kau ingin capai?
Kepuasan dunia tak berujung
Nafsu manusia juga tak tahu mana batasnya

Kita sebenarnya adalah lentera kaca
Indah sebenarnya,
bukanlah dari jangkauan mata
Indah datang dari cahaya hati,
yang kau jaga sinarannya
Yang kau jaga agar tak mati


Sabtu, 26 Agustus 2017

Aku Bukanlah Pahlawan




Aku bukanlah seorang pahlawan
Yang kan datang tepat waktu
Selamatkanmu dari ketakukan
Semampuku, kucoba membantu
Tapi bukannya membabu

Karena tak seterusnya aku bersamamu
Akupun masih ragu keberadaanmu

Aku bukanlah pahlawan berseragam
Inilah aku dengan pakaian sewajarnya
Aku tak punya kemampuan untuk terbang
Atau berlari secepat kilat menuju padamu

Masih butuh waktu
Menerjemahkan makna ucapanmu
Menangkap isi hatimu

Aku bukanlah pahlawanmu
Aku butuh waktu

Menyadari dirimu

Jumat, 25 Agustus 2017

Menerobos Alam




Cobalah kau pergi memecah sunyi
Kembali menapaki hijau rumput di pagi hari
Bukannya tanah padat abu-abu

Apalah salahnya
Bersandar sejenak di kokohnya kayu
Dengarkan sejenak dedaunan bertutur
Melantunkan pujian pada Pencipta
Dengarkan jua angin yang berbisik
Menerobos senandung reranting
Bebaskan lamunan panjang yang tiada penting

Cobalah tapaki
Keramahan pepohonan, meneduhkan
Mungkin kan kau temui kembali
Jati diri yang dahulu bersembuyi
Atau mungkin telah mati

Coba selaraskan nada nafas dedaunan
Barang sejenak jika terlalu berat
Mungkin disana kan kau dapati
Apa yang kau cari selama ini

Kerinduan atas sesuatu yang kau cari

Kamis, 24 Agustus 2017

Sedih Telah Berlalu



Cukuplah sedih itu
Berlalu di kala itu jua
Di menit atau detik itu saja
Usah kau bawa kemana-mana

Sedih yang kau taruh di punggungmu
Hanya kan buatmu merunduk lalu jatuh
Jika ia kau ikatkan di kakimu
Hanya kan lukaimu hingga tak mampu

Sadarlah, sahabatku
Momen itu telah berlalu
Karena gelap langit itu
Kan berakhir disapu hujan barang sewaktu
Karena kemarau yang panjang itu
Jua kan diselesaikan segarnya air yang menyentuh tanah

Sedih adalah tanda
Yang sadarkan siapa dirimu
Seorang manusia yang bisa terluka
Bisa bahagia, jua kecewa
Lantas mengapa kau bertahan pada satu itu

Sementara Tuhan ciptakan banyak rasa untuk kau rasa

Rabu, 23 Agustus 2017

Dia Gadis Yang Masih Menanti



Seorang gadis
Berteman kesepian
Tersenyum ramah pada wajah-wajah
Sekedar menghibur hati yang terus bertanya
Sampai kapankah akan mendamba

Dia gadis yang masih bertanya
Mengembara pada tiap wajah
Hati bertanya, manakah sang pria
Yang kan sempurnakan separuh agamanya

Wahai hari,
Akankah esok dia kemari
Mendatangi diri yang redup kini
Redup bukan karena tak berpegang hati
Tapi karena tak tahu batas waktu menanti

Duhai gadis yang masih menanti,
Tidakkah kau percaya, bahwa Tuhan telah berjanji
Kita disini tidaklah sendiri
Dia yang kau rindui adalah pasti
Cukuplah perindah diri jua hati

Tuhan yang Maha Tahu kapan, sabarlah dan berserah diri

Selasa, 22 Agustus 2017

Teman Lama Kembali Bertemu



Tatapannya
Hancurkan semua kata di pikiranku
Ada luka menutup sinar mata
Ku tak ingin mengganggu
Tak jua bisa membantu

Ia teman lama
Kembali bertemu
Dalam bingkai cerita
Yang tak lagi ada aku

Bagaimana aku menghiburmu
Teman lama yang kembali bertemu
Bertemu sapa tatap wajahku
Hampir lupa siapa namamu

Teman akrab terpisah waktu
Menyebut akrab pun kini aku malu
Teman mana yang sampai tak tahu
Bahwa temannya kini membutuhkanmu

Sabtu, 05 Agustus 2017

Vespa di Taman Kota



Vespa di taman kota
Yang dibawa olehnya
Lelaki tua berkaca mata

Aku di depan lelaki tua
Tersenyum lepas tanpa terusik
Seolah ini mimpi yang nyata
Melepaskanku dari suara yang berbisik

Lelaki tua ikut bahagia

Kala tahu kami bersuka cita



Palembang, Agustus 2017

Jumat, 04 Agustus 2017

Satu yang Ku Lupa



Ayah,
Masih hangat bekas pelukmu dulu
Masih kurasa bau peluhmu saat kau pulang larut
Masih terngiang jelas gelak tawamu karena tingkahku
Masih terbayang saat kau taruh aku dipundakmu itu

Ayah,
Bagaimana mungkin aku terlupa
Detil gurat di keningmu
Kala aku salah laku
Bagaimana hendak aku lupa
Lesung pipi di lengan kirimu

Aku tak pernah lupa
Setiap helai rambut hitammu
Tiap gurat nadi di lenganmu
Bahkan betapa indahnya senyumanmu

Tapi Ayah
Satu hal yang aku lupa
Kau hanya imajinasiku saja
Kau tak nyata

Kau tak pernah ada



Palembang, Agustus 2017

Kamis, 03 Agustus 2017

Merinduinya



Aku merinduinya
Karena tugasnya
Aku ingin hak darinya
Hak yang kupunya

Aku merindui
Bukan karena kuingini
Biar dia pergi
Aku tak perduli
Tapi kubutuh hak ini

Hak yang buatku iri pada dunia

Hak yang buatku benci pada sempurna


Palembang, Agustus 2017

Rabu, 02 Agustus 2017

Dia



Ia tak bernilai
Bukannya tak ternilai
Mungkin harusnya berharga
Tapi kosong hatiku
Kosong pula pikiranku
Ia tak ada
Sungguh tak ada

Tanpa memori
Ia tak kukenali
Meski di nadi
Darahnya di sini

Aku tak ingin ia kembali
Apalagi merangkai memori
Biarlah ia tak di sini

Biar selamanya tak kukenali


Palembang, Agustus 2017

Selasa, 01 Agustus 2017

Aku Kembali di Sini



Setidaknya,
Aku kembali menjajaki
Hijau dedaunan di pagi hari
Segar embun yang terjebak di pori
Pada senyum yang terbentuk sendiri

Sudah lama
Tak kurasa
Cantik alami polos dunia
Lepas sesaat kompetisi singa-singa
Yang tak tahu mana batas laparnya
Yang bodoh pada haus dahaganya

Aku kembali di sini
Berlari, terjebak dalam sunyi
Jauh dari jeritan tak puas diri
Ah, indahnya suara semut-semut
Bukan seperti gedung-gedung tinggi
Kokoh, dingin, mati
Yang tak tahu
Mana puncak mana kaki

Palembang, Juli 2017

Senin, 31 Juli 2017

Usah Terburu



Kalau saja kau tahu
Tiap kenangan itu berasa
Mungkin tak kau sumpahi
Mungkin pula tak kau tangisi

Andai jua kau tahu
Kenangan itu berbau
Kan kau nikmati
Dan tiap air mata itu
Jatuhpun kan kau syukuri

Usahlah buru-buru
Menilai sesuatu
Karena yang pahit
Kadang sedap berbau
Dan yang manis
Tidaklah seindah itu

Palembang, Juli 2017

Biarkan Aku Hitung



Biarkan aku hitung
Berapa kali kau melintas
Menerobos udara segar
Mengusik diam hariku

Biarkan ku jumlahkan
Berapa panjang luka
Yang kau ukir tiap langkah suaramu

Teman,
Ibarat hutan perawan
Kau datang buka lahan
Tinggalkan bekas roda-roda kasar
Di atas tanah gersang, dulu penuh rerumputan

Biarkan aku hitung
Yang tak terhitung

Palembang, Juli 2017

Kamis, 27 Juli 2017

Benang Kusut



Akhirnya, aku menemui bagian kusut
Benang yang kupilih
Yah, semua gulungnya nampak urut
Terkemas apik jua menarik

Siapa sangka,
Setelah diulur
Tampaklah ia penuh celah
Ia bukan kesatuan yang terjulur
Hanyalah sambungan serat-serat pendek

Akhirnya, aku menemui bagian kusut
Benang yang kupilih
Begitu rusuh hingga aku tak tahu
Mana mula mana akhirnya
Mana sebab mana akibat-akibatnya



Palembang, Juli 2017

Kamis, 13 Juli 2017

Tekspektasi


Satu, dua hari
Kumenunggu sebuah balasan
Namun tak jua sampai
Tanpa kabar

Kutatap layar kecil itu
Jauh lebih sering
Ketimbang kutatap wajahku sendiri

Jungkir balik aku membayangkan balasanmu
Kabar seorang teman lama

Mau muntah, jika kau tahu
Mual ku menunggu
Hingga darah mengalir bak badai
Melepasakan tekanannya, menyembur dari pori
Hanya sekedar tuk membuang energiku
Menunggu balasan yang tak jua


Palembang, Juli 2017