TUHAN, IZINKAN AKU MENYERAH SEKALI SAJA (PART 1) | A. A. Widarta


 

Sebuah Prolog

Bagaimana kabarmu?

Jika kamu sedang mengalami struggle dalam fase hidupmu saat membaca tulisan ini, tolong jangan pergi. Sebentar saja, aku ingin menceritakan sebuah cerita tentang bagaimana dulu aku pernah berpikir untuk bunuh diri, dan bagaimana aku bisa bertahan dan melalui semuanya hingga saat ini. Semoga bisa membantumu.

Ketika menulis ini, aku sedang mendengarkan lagu Cigarettes of Ours oleh Arditho Pramono. Sedikit menggambarkan tentang apa yang ingin ku ceritakan di tulisan ini. Sebenarnya tulisan kali ini cukup lama ingin ku tuliskan menjadi buku. Beberapa kali aku mencoba memulai menulisnya di dalam draft wattpad dan blog ini, tapi berhenti di paragraf pertama karena satu kalimat yang sama, terbersit kembali di otakku

"Siapa yang mau membacanya?"

Tapi beberapa hari lalu, lewat DM di akun instagramku, seorang asing bertanya:

"Tulisanmu tentang motivasi hidup, hidup seperti apa yang telah kau lalui?"

Jujur saja, tulisan ini benar-benar menggangguku. Rasanya seperti kita harus melalui hal yang sulit untuk bisa memberikan motivasi. Seperti kita sudah harus berhasil dan sukses, baru bisa membagikan kata-kata bijak kepada orang-orang.

Tapi baiklah, aku akan coba menceritakannya perlahan-lahan. Anggap saja ini sebagai awal mula ceritaku, Part 1.




Awal Mula Semua Masalah

Sebenarnya, sulit untuk menentukan bagaimana semua ini berawal. Karena sebenarnya setiap masalah seperti sekumpulan bola salju yang terus menggelinding. Semakin lama semakin membesar.

Aku dilahirkan disebuah keluarga sederhana yang tak seperti kebanyakan orang. Ibu, Nenek, Aku, dan keempat saudaraku. Sebuah keluarga yang sederhana bukan? Tak seperti anak lainnya, aku tipikal penyendiri, lebih suka mengobservasi alam dengan isi kepala sendiri. Anak seumurku, lebih tua, ataupun lebih muda, tak ada yang dekat denganku. Seperti sebentuk keasingan yang nyata. Aku bertahan dengan diri sendiri dalam masa mudaku.

Di sekolah, mungkin secara pendidikan aku cukup bisa diperhitungkan. Tapi urusan pertemanan, aku kalah. Dan jangan tanya tentang masa sekolahku, sejak kecil yang ku terima adalah kenyataan bahwa siapapun anda, jika tak punya kedudukan ataupun wajah yang rupawan, kau bukan siapa-siapa. Dunia memang tak adil untuk sebagian orang, dan itulah kenyataannya.

Aku pernah dihina oknum guru dan pelatih marching band karena wajahku dan suaraku saat SMP dan SMA. Saat kuliah, semuanya tak jauh berbeda, semua masih sama. Tapi struggle sebenarnya yang ku hadapi bukan tentang ini, meskipun tetap saja menjadi seperti percikan api untuk ledakan yang jauh lebih besar.

Nanti kita cerita lagi di part selanjutnya, tentang Masalah utama yang membuatku ingin bunuh diri. Untuk sekarang aku izin pamit untuk bekerja dulu.

Semangat untukmu semua !!!

Salam,