Tampilkan postingan dengan label sajak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sajak. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 03 Maret 2018

Solivagant (Wandering alone)

solivagant
A. A. Widarta



Menguliti malam
Dalam pekat kesunyian
Sebab pagi dah ramai
Hiruk gemuruh bergelegar

Sepi
Terpisah dari ramainya suara
Pekik lantang suara-suara
Sayang sepi tiada diacuhkan

Sepi
Ku menyendiri
Dalam diriku sendiri
Dalam rindang alam
Yang masih sudi bagi kenyamanan
Meski hampir punah
Sebab maju zaman
Katanya maju peradaban

Menyendiri
Sadarkan banyak kekhilafan
Sebab diri tak sesempurna tampilan
Berharap setidaknya masih ditemukan
Hati nurani seorang insan
Jiwa menghamba seorang hamba

Dalam pekat malam
Biarkan ku menyadarkan diri sendiri
Masih manusiakah aku hari ini?

Palembang, 3 Maret 2018

Jumat, 02 Maret 2018

Dolce Fonyente (The joy of doing nothing)

Dolce Fonyente
A. A. Widarta



Begitu lama
Hingga ku lupa nikmatnya bekerja
Sangat lama
Hingga seperti ini sudah biasa

Tiada yang ingin ku temu
Jum'at ini aku t'lah jemu
Sudah ku tahu
Semua sama
Hanya berjualan senyum belaka

Biarkan aku sejenak saja mencari tenang di dalam diri
Teman yang tak pernah kutemui
Bahkan berpuluh tahun usia di dunia

Hanya ingin diam saja
Dengarkan nyanyian hati
Dulu teracuhkan demi semua ini

Lelah,
Hanya ingin menepi

Palembang, 2 Maret 2018

Kamis, 01 Maret 2018

La DOULEUR EXQUISE (The exquisite pain that wanting someone that you know you can never have)

la douleur exquise
A. A. Widarta



Aku tetes embun
Mengharap rangkul dedaun
Meski tahu kan hilang oleh surya

Aku tetes embun
Menghiba langit agar terus murung
Agar sinaran surya terbendung
Setidaknya ku dapat memeluk daun lebih lama
Meskipun tahu kan ada batasnya

Dah tahu air tak basahi keladi
Masih terus saja ku sirami
Bukannya bodoh
Tapi dah tak tahu hendak apa

Betul lah nyata
Mencinta dunia
Hanya berujung patah arah

Palembang, 1 Maret 2018

Rabu, 28 Februari 2018

WABI - SABI (The discovery of beauty in imperfection)

wabi-sabi
A. A. Widarta



Kepada pilu
Pada isak lalu
Pada kepayahanmu
Pada seret langkah kakimu
Kan kau temui bahagia
Tiada bisa orang rasa

Tak kan kau temui manis dalam secangkir madu
Tapi temuilah ia dalam setetes
Setelah kau reguk segelas pahit
Mana kan kau temui keindahan
Jika semua hal indah
Terus saja kau miliki

Sebab jelas
Kita lalai
Perlulah disadarkan
Dengan sedikit kepayahan

Palembang, 28 Februari 2018

Selasa, 27 Februari 2018

PSITHURISM (The sound of the wind through trees)

Psithurism
A. A. Widarta



Ranting,
Sekedar berdendang
Dengar merdu angin bernyanyi
Sayanglah tak dapat dibedakan
Mana hasut, mana caci
Yang benar pun buruk tak berwujud
Sama sahaja
Buat bergoyang
Ranting pun dedaunan

Berangin-angin atas dipan
Menerka-nerka kebenaran
Dari ribuan bunyi-bunyian
Tapi apalah daya
Angin berputar, ombak bersabung

Apalah guna menjaring angin
Asalnya pun tak tahu
Sebabnya angin tak punya nama
Manalah hendak didakwa


Cukup nikmati semilirnya
Pun jua suara dendangannya
Sebab angin tak selamanya
Menerpa kepada arah yang sama

Sampai saatnya ia berbalik
Menghempas ke mana dulu bermula
Barulah sama
Serasa menderita

Palembang 27 Februari 2018

Senin, 26 Februari 2018

Karang

Karsng
A. A. Widarta




Entah dah berapa banyak
Hempas karang berkarang
Telah jua tak terhitung
Mengarang merjan jadi tirai
Jika memang tak senada
Hilanglah nama dari senarai

Ku dah pergi jauh dari karang
Tinggalkan masa lalu
Yang dilalu bersama teman lama
Kini kembali harus menelan pilu
Sebab mengharap pada manusia
Seperti luka oleh sembilu

Layaknya di atas tinjau karang
Menunggu perahu hempas karang
Karam, karam
Tenggelam



Tuhan
Izinkan ku bertahan
Jika sendiri ku dah tak keruan
Jangan kau biarkan
Ku urus sendiri semua urusan
Meski sejenak sekejap kerlipan

Dah kering air mata berjatuhan
Moga terbuka jalan
Bukankah bersama kesulitan datang kebahgiaan

Palembang, 26 februari 2018

Minggu, 25 Februari 2018

SELCOUTH

Selcouth
A. A. Widarta



Ibarat rasa baru
Yang lidahku pernah kecap
Seperti aroma
Yang tak pernah ku hirup
Layaknya warna
Yang sekalipun belum kutatap

Kau keasingan dalam hidupku
Yang datang, buyar fahamku
Konsep baru dalam teoriku
Tentang apa itu manusia
Dan apa itu rasa sakit

Jujur
Pernah daku terpuruk kecewa
Tapi kini jauh mendendam
Pernah ku tertawa
Sekarang jauh terbahak
Hampir putus urat tawaku

Awalnya kau singa lapar bagiku
Tapi sekarang kucing hilang taring jua kuku

Kau masalah
Yang menyenangkan
Buatku menikmati kesakitan
Tapi jua menangisi kebahgiaan

Palembang, 25 Februari 2018

Sabtu, 24 Februari 2018

RAXEIRA (Line drawn by the sunlight on the floor as it filters through the window)

Raxeira
A. A. Widarta



Setelah sampai padaku
Harap yang 'hampiri
Lewati dinding kaca tebal

Betul lah ia hanya harapan
Hanya terlihat
Sulit digenggam
Disentuhpun tak bisa
Hanya angan

Begitu jelas kau bagi harap
Buat yakin dapat ku garap

Nyatanya hanya garis semu
Terlalu bodoh tuk dimiliki aku
Siapa aku?
Hendak mengepal berkas cahaya

Palembang, 24 Februari 2018

Jumat, 23 Februari 2018

Komorebi (Japanese: dappled sunlight seen through leaves)

Komorebi
A. A. Widarta


Rimbunnya dedaunan
Masih mampu ditembus cahaya
Gelap di bawahnya
Dingin sekitarnya
Masih jua dihampiri hangat surya

Aku ingin kamu seperti itu,
Teman
Layaknya cahaya
Yang masih mau mencari celah
Mencari cara bakar tekadku
Mencari cara peluk dingin hatiku
Cerahkan muram dukaku

Aku ingin kamu seperti itu
Tapi sebelumnya,
Bijak ku tanya siapa aku sebenarnya
Di lingkar mana aku berada
Ya, harusnya begitu

Palembang, 23 Februari 2018

Kamis, 22 Februari 2018

Eccedentesiast (EN: someone who hides pain in a smile)

Eccedentesiast
A. A. Widarta



Semua suara sumbang padanya
Mereka bertanya, banyak hina
Mengapa dia selalu tertawa
Mengapa tak pernah kecewa
Air mata barang mahal untuknya
Semua heran
Mereka nanti keperihannya

Sejujurnya, ia menangis
Jauh lebih daripada yang lain
Dia kecewa, terkadang lebih besar dari semua

Tapi betul lah,
Air mata punya harga
Jatuhpun, hendak pilih wadah
Sebab menangis dihadapan manusia
Sia sia
Menangis pada sesama hamba
Sebenarnya mengharap apa?
Belas asih?
Sedang kita sama menghamba

Manusia tak mengiba,
Kalaupun ada tak mengubah
Bukan butuh simpati manusia
Tapi butuh Allah buka jalan kita

Allah kena jaga aib kita
Mengapa hendak lubangi wadah penuh debu
Mengapa hendak gali kotoran yang tlah tertimbun

Palembang, 22 Februari 2018

Rabu, 21 Februari 2018

Atelophobia (EN: fear of imperfection)

atelophobia
A. A. Widarta



Nanti dulu temui aku
Ku masihlah ulat biasa
Mungkin sebentar lagi
Aku sedang menyulam kepompongku
Nanti jika berhasil
Sayapku kan menaungimu

Janganlah dulu bertanya waktu
Sebab kini ku bimbang ragu
Cukup pantaskah gambar diriku
Menyanding kamu di biduk satu

Teruntukmu
Yang masih tak tahu
Seberapa aku mahu
Sebesar apa hasrat ingin bersatu
Tunggulah dulu
Aku pun tak mengikatmu

Jika memang dah ada takdir
Rasa tak mungkinpun bisa tersingkir
Jika memang dah tertulis
Jauh dipisahpun,
Kembali satu dalam ikatan

Palembang, 21 Februari 2018